Sorogan: dari Ranah Intelektual Hingga Catatan Sejarahnya
Istilah
sorogan tentunya tak asing lagi dikalangan pesantren. Sorogan merupakan salah
satu metode pembelajaran khas yang digunakan di dunia pesantren –selain juga
ada bandongan, syawir dan hafalan-, khususnya pesantren yang notabenenya adalah
pesantren tradisional atau pesantren salaf. Dimana biasanya masih menggunakan
kitab kuning sebagai kurikulum utamanya.
Istilah
sorogan sendiri berasal dari kata Sorog yang artinya maju. Disebut
demikian karena para pembelajar atau santri menghadap langsung kepada guru atau
kyainya satu persatu dengan membawa kitab kuning yang akan dipelajarinya. Hal
ini membuat suasana beajar yang kondusif dan efektik karena santri dapat secara
face to face satu persatu berhadapan langsug dengan gurunya.
Metode
sorogan ini biasanya diperuntukkan santri-santri yang masih pemula dan masih
memerlukan bimbingan khusus secara individu. dimana guru yang menjelaskan
kepada santri tersebut. Hal ini membuat santri pemula dapat benar-benar faham
akan materi yang dipelajarinya. Meskipun begitu, santri senior juga masih
relevan menggunakan metode sorogan dalam pembelajarannya. Biasanya santri
senior mendatangi gurunya untuk memperdengarkan bacaannya dihadapan gurunya.
Dan guru bisa langsung mengoreksi bacaan santri tersebut. Ini juga sangat
efektif, Karena sebelum menghadap guru, santri biasanya akan mempersiapkan
dengan sungguh-sungguh pelajaran yang akan dibaca dihadapan gurunya.
Hal
positif yang didapatkan ketika menggunakan metode sorogan ini, yang pertama,
dari ranah kognitif, tentunya santri dapat memahami betul materi yang diberikan
oleh gurunya karena berhadap-hadapan langsung dengan gurunya. Yang kedua dari
ranah afektif, santri mampu mengambil pelajaran sikap yang didapatkan langsung dari
gurunya. Karena dalam metode sorogan santri pasti merasa dekat dengan gurunya.
Yang ketiga, ranah psikomotorik, santri tidak hanya dituntut untuk faham
materi, tapi juga mampu mempraktikkannya, yaitu dengan membaca di depan gurunya
tersebut. Tak heran, jika metode sorogan sangat efektif diterapkan di dunia
pendidikan khusunya pada pembelajaran.
Selain
itu, guru ataupun kyai juga dapat memantau dan mengawasi secara langsung
perkembangan santri sehingga guru atau kyai dapat memberi penilaian dan
memberikan bimbingan secara maksimal kepada santri.
Abu
Bakar Aceh sebagaimana dikutip oleh Ridwan Nasir dalam bukunya yang berjudul
Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok Pesantren di Tengah Arus
Perubahan, beliau mengilustrasikan metode sorogan, dimana guru atau kyai duduk
di atas sepotong sajadah atau sepotong kulit kambing atau biri-biri, dengan
sebuah bantal di depannya dan beberapa kitab yang akan dibacakan kepada murid
atau santrinya dimana para santri duduk mengelilingi gurunya. Dan santri
mendengarkan penjelasan guru dengan seksama.
Dalam
perjalanan historis, metode sorogan sudah melewati berbagai zaman. Diantaranya
adalah ketika zaman Imam Syafi’i yang pada saat itu sedang berguru kepada Imam
Malik. Imam Syafi’i muda merupakan sosok yang haus ilmu, ketika beliau tau
bahwa di Madinah ada tokoh besar yaitu Imam Malik, dengan karya besarnya yaitu
al-Muwatha’, Imam Syafi’I segera bergegas untuk mempelajari kitab tersebut
sampai khatam. Setelah itu, Imam Syafi’i menemui Imam Malik dan membacakan isi
dari kitab al-Muwatha’ dihadapan Imam Malik, sedang Imam Malik mendengarkan muridnya
(Imam Syafi’i) tersebut. Yang pada akhirnya Imam Malik mengakui kealiman Imam
Syafi’i. Selain Imam Syafi’I, ada juga Imam Ghozali yang menggunakan metode
sorogan ketika berguru kepada Imam Haramain.
Sehingga,
metode sorogan merupakan metode pembelajaran yang sangat relevan dan efektik
digunakan dalam berbagai lembaga pendidikan. Terbukti ketika tokoh-tokoh besar
seperti Imam Syafi’i dan Imam ghozali juga menggunakan metode sorogan ketika
mendalami suatu kelilmuan.
Wallahu a’lamu.
Tidak ada komentar untuk "Sorogan: dari Ranah Intelektual Hingga Catatan Sejarahnya"
Posting Komentar