Seni Hidup: yang Bisa Dilakukan Nanti Jangan Dilakukan Sekarang


Sumber Gambar: Tirto.id






Menjalani kehidupan pasti tak lepas dari yang namanya tanggung jawab. Karena kehidupan sendiri merupakan pertanggungjawaban. Semuanya akan dipertanggungjawaban di hari akhir kelak. (ngeri kalii, belum-belum udah bahas hari akhir aja, qwqw)
Dan ketika usia semakin bertambah, tanggung jawab yang yang dipikul akan semakin bertambah pula. Ketika usia SD mungkin tanggung jawab yang paling berat palingan cuma PR MTK. Ketika usia Mahasiswa, sudah mulai sibuk dengan bejibun makalah dan tugas-tugas lainnya. Masuk usia dewasa ketika telah memiliki pekerjaan dan keluarga sendiri, tanggung jawab akan semakin berat.
Tak heran, jika banyak orang yang stress dengan banyaknya tanggung jawab yang harus dipenuhinya. Jiwa frustasi mahasiswa mulai keluar ketika telah mencapai tugas akhir. Pelampiasannya? Kasur dan guling lah yang menjadi pelampiasannya.
Bukan karena tak sanggup menyelesaikan tanggung jawabnya. Namun lebih karena hidup yang kurang berseni. Sehingga orang-orang seperti itu pasti akan terlihat spaneng atau serius. Tau-tau sudah frustasi dan stress saja.
Ya, memang hidup itu ada seninya. Tau kapan harus serius dan kapan harus guyon. Kalau kata Cak Nun “Hidup itu harus tau kapan harus nge gas dan kapan harus nge rem”. Karena kalau nge gas terus akan berbahaya, dan nge rem terus yo gak mlaku-mlaku. Jadi, hidup itu harus ada keseimbangan.
Untuk itu, diantara seni hidup adalah berprinsip “yang bisa dilakukan nanti jangan dilakukan sekarang”.  Ini bukanlah prinsip yang menyesatkan. Bukan juga menunda-nunda pekerjaan yang membuat orang gagal sukses. Dan prinsip ini hanya boleh dilakukan oleh orang-orang yang sudah terlatih. Prinsip ini melatih kita untuk menjadi deadliner sejati
Namun ada hal penting yang harus dipahami dalam menjalani prinsip ini adalah tau mana yang paling prioritas, mana yang kurang prioritas dan mana yang non prioritas. Yang prioritas harus diselesaikan terlebih dahulu dari yang kurang prioritas. Dan yang non prioritas yaa nanti saja deh. Jika sudah mampu mengidentifikasi seperti itu, tanggung jawab akan terjalani dengan baik.
Lalu muncul pertanyaan, kalau prioritas semua bagaimana? Ya diselesaikan semua. Kalau kacau semua? Itu urusan nanti, dipikir karo mlaku, toh, kita sudah berusaha.
Jadi, memaknai “yang bisa dilakukan nanti jangan dilakukan sekarang” justru untuk mengkritik orang-orang yang malah mendahulukan urusan yang kurang prioritas dibanding urusan yang prioritas. Dan pada akhirnya keteteran semua.
Hal lain dari prinsip “yang bisa dilakukan nanti jangan dilakukan sekarang” adalah tentang kemampuan kita memprediksi waktu untuk kita menyelasikan sebuah tanggung jawab. Ini biasa dilakukan oleh deadliner sejati. Prediksi Deadliner mengenai waktu biasanya sangat akurat sekali. Deadliner sejati itu beda dengan orang yang benar-benar pemalas. Deadliner sejati menunda-nunda pekerjaan yang bisa dilakukan nanti untuk melakukan hal yang lebih prioritas. Kalau pemalas yaaa,,, taulah seperti apa.
Untuk itu, seni hidup “yang bisa dilakukan nanti jangan dilakukan sekarang” cocok digunakan oleh orang-orang yang sedang dikejar banyak tanggung jawab dan tugas. Dan satu hal yang harus diingat adalah premis atau mafhum muhkholafah-nya, yaitu “ýang tidak bisa dilakukan nanti, ya harus dilakukan sekarang”.

Tidak ada komentar untuk "Seni Hidup: yang Bisa Dilakukan Nanti Jangan Dilakukan Sekarang"