Mindset Anti Mainstream itu Asyik
![]() |
Salamadian.com |
Banyak orang yang memilih jalan kehidupan seperti yang dipilih kebanyakan orang. Mereka lebih memilih zona aman karena kebanyakan orang juga berada di zona tersebut. Kehidupannya tergantung dengan kebanyakan orang. Dunia mainstream telah mendarah daging dalam tubuhnya. Apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang adalah yang terbaik, menurutnya.
Pun dengan mindset dan paradigma yang juga mainstream mengikuti mindset kebanyakan orang. Berpikir bahwa menjadi pegawai itu enak, adalah mindset kebanyakan orang. Berpikir bahwa orang yang khusyu’ dan rajin beribadah adalah orang yang baik. Pun dengan sebaliknya, berpikir bahwa orang-orang yang jarang atau bahkan tidak pernah beribadah adalah orang yang tercela. Semuanya adalah mindset yang mainstream.
Semua itu berangkat dari sudut pandang kita yang juga mainstream. Mengapa sudut pandang kita mindstream? Hal itu karena kesadaran analisis dan telaah kita mengenai suatu fenomena yang kurang menyeluruh. Sehingga seringkali kita memandang suatu fenomena hanya dengan satu sudut pandang.
Menyikapi contoh mindset bahwa menjadi pegawai itu enak. Ini benar, ketika dipandang dari segi gaji yang diperoleh juga jaminan-jaminan yang didapatkan. Namun ketika kita sedikit bergeser ke sudut pandang yang lain, bahwa pegawai itu tidak bisa bebas, hidupnya terpaut dengan atasan dan mungkin saja waktu dan pikiran tersita untuk memikirkan tugas-tugas sebagai pegawai. Sehingga mengurangi waktu untuk berkumpul dengan keluarga.
Begitu juga dengan mindset bahwa orang yang taat beribadah dan khusyu’ adalah orang yang baik. Ketika kita melompat ke sudut pandang yang lain, kita akan lebih dalam menganalisis bagaimana dengan kehidupan sosialnya? Apakah juga baik? Apakah dia akan masuk surga? Jangan-jangan dia hanya rajin sholat tapi sering menyakiti orang lain? bagaimana dengan orang yang kelihatannya tidak pernah sholat? Apakah dia benar-benar orang yang tidak baik? Apakah dia pasti masuk neraka? Jangan-jangan dia malah sering membantu orang lain sehingga banyak yang mendokakannya masuk surga? Bukankah seorang pelacur bisa masuk surga karena memberi minum seekor anjing yang sedang kehausan?.
Dan saya selalu kagum dengan orang-orang yang mempunyai mindset anti mainstream. Analisisnya seringkali lebih menyeluruh. mereka tak langsung beranggapan bahwa menjadi pegawai itu enak. Juga tak langsung beranggapan bahwa yang rajin sholat itu baik dan yang menjadi pelacur itu buruk. Dia selalu mempunyai penilaian yang ganda atau bahkan lebih.
Dan biasanya, orang-orang yang memiliki mindset anti mainstream juga memilih jalan kehidupan yang anti mainstream. Dia tidak menilai suatu fenomena kehidupan dengan standar kebiasaan kebanyakan orang. Selain itu, orang-orang yang mempunyai mindset anti mainstream seringkali lebih bijaksana dalam memutuskan suatu kebijakan.
Pernah suatu kali ketika sedang menjalani program KKN (Kuliah Kerja Nyata) saya menemukan seorang warga, namanya pak Warso, beliau mempunyai mindset yang anti mainstream. Waktu itu, kita berbincang tentang seseorang yang tinggal di pesantren. Dalam pikiran saya, seorang yang tinggal di pesantren tentu adalah orang yang memiliki pengetahuan banyak tentang agama serta memiliki kecerdasan spiritual yang lebih. Dan saya yakin, kebanyakan orang juga berpikir seperti itu.
Namun berbeda dengan pak Warso, beliau mengatakan “nanti dulu mas, teman-teman saya banyak yang dulunya anak pesantren, tapi sekarang sudah pada jadi bajingan, setiap malam senin selalu berkunjung ke lokalisasi, sudah jarang sholat, kita juga tau kan, kemarin barusan ada tokoh politik yang dulunya alumni pesantren sekarang tertangkap KPK karena kasus suap”. Deg, rasanya otak saya langsung memberontak tak setuju dengan analisis beliau. “jadi menurutku, semuanya itu tergantung diri kita mas, lulusan pesantren belum tentu menjadi orang baik, dan yang bukan lulusan pesantren juga belum tentu lebih buruk dari orang pesantren, namun yang seperti itu hanya sebagian kecil kok, mas. Banyak lulusan pesantren yang jadi orang hebat”. Sedikit lega mendengarkan lanjutan perkataan beliau.
Saya cuma bisa manggut-manggut sambil berpikir keras tentang perkataan beliau. Jangan-jangan beliau benar. Dan saya yakin beliau lebih tua dari saya sehingga pengalaman kehidupannya juga lebih banyak dari pada saya. Terakhir sebelum pergi, beliau berpesan “semuanya tergantung diri kita, mas”. Akhirnya, pikiran saya tersadarkan. Bahwa memang selama ini pikiran saya masih terlalu mainstream mengikuti kebanyakan orang. Pak Warso mengajarkan saya tentang kebijaksanaan. Yaitu memandang sesuatu bukan hanya dari satu sudut pandang. Memandang sesuatu yang jarang dipandang oleh kebanyakan orang.
Tidak ada komentar untuk "Mindset Anti Mainstream itu Asyik"
Posting Komentar