Seni Menikmati Waktu

Sumber Gambar: www.replubika.co.id

Waktu masih terus berjalan menuju masa depan. Bukan, waktu bukan berputar, yang berputar itu hanya jam yang melingkar di tanganmu. Atau jam yang menempel di dinding kamarmu.

Waktu tak akan berhenti walaupun jam-mu mati. Atau bahkan jikalau semua jam yang ada di dunia ini mati, waktu masih saja terlalu cepat untuk berjalan.

Waktu tak bisa ditahan, apalagi hanya menekan tombol pause yang ada di gadget mu. Waktu tetap tak bisa dihentikan. Waktu memaksa kita untuk merima konsekuensi antara menyesal atau bahagia. Kita tau itu, namun kita seringkali terlalu bodoh untuk memahaminya.

Pun waktu tak mungkin berjalan balik, yang berjalan balik itu kenanganmu, penyesalanmu.
Pantas saja, Imam Syafi’i pernah berkata “Al-waqtu ka as-saif, in lam taqtho’uhu qotho’aka” (waktu itu seperti pedang, jika kamu tidak menebasnya, maka ia yang akan menebasmu). Sekali lagi, waktu memaksa kita untuk menerima konsekuensi antara menebasnya atau ditebas olehnya.

Kadang ia sangat baik, kadang sangat kejam. Sangat baik jika ia masih menyediakan waktu buat kamu untuk terus berbuat baik. Dan sangat kejam jika waktu menampakkan semua penyesalanmu.

Waktu bersedia untuk kita nikmati. Semua peristiwa yang terjadi sebenanrya adalah informasi yang bisa kita terima, hanya saja, seringkali kita tak siap menerimanya karena tak tau caranya. Atau mungkin saja kita yang terlalu sombong untuk tidak mau menerimanya sebagai pelajaran.

Waktu selalu mengajarkan kita bahwa hidup adalah tentang menunggu giliran. Menunggu giliran untuk sukses, menunggu giliran untuk gagal, menunggu giliran untuk senang, menunggu giliran untuk sedih, menunggu giliran untuk sehat, menunggu giliran untuk sakit, menunggu giliran untuk meninggalkan dan ditinggalkan, bahkan menunggu giliran untuk mati.

Dan waktu adalah teka teki yang tak pernah terpecahkan. Mungkin hanya pengetahuan tentang itu yang bisa difahami dari sebuah waktu. selebihnya kita tak tau misteri tentang waktu.

Pantas saja, Allah sering bersumpah dengan menggunakan waktu. Wal ‘ashr, wal laili, wan nahari, wal fajri. Lhawong sepenting ini waktu diciptakan, dan dinikmati (harusnya).

Sialnya, tak semua bisa menikmati waktu, tak semua bisa menjinakkan waktu, dan tak semua bisa menebas waktu.

Mudah sebenarnya, kalau kita mau sedikit rendah hati untuk mensyukurinya. Kata orang bijak, mensyukuri adanya waktu itu mengisinya dengan berbuat baik dan bermanfaat buat orang lain. Pak ustadz menambahkan bahwa mensyukuri waktu harus didasari dengan keimanan pada Allah.Dan saya setuju dengan itu semua.

Namun, ada satu trik untuk menikmati waktu. Dan ini saya dapat dari pengajian Gus Baha.
Yaitu dengan menanamkan dalam hati kita untuk selalu menunggu waktu sholat dengan berbuat kebaikan.
Mungkin itu salah satu hikmah ummat Nabi Muhammad diwajibkan sholat 5 waktu.

Sederhana, namun luar biasa, jika kita mau sejenak menyeduh kopi dan menikmatinya. Sambil berkarya.
Dan menunggu waktu sholat sambil berkarya adalah salah satu kebaikan. Yakini itu.

Dan akhirnya, bermesraanlah dengan waktu!.



Didepan cangkir kopi, 9 Maret 2020

Tidak ada komentar untuk "Seni Menikmati Waktu"