Menjadi Matahari (Cerita Pendek Sekali)
![]() |
Sumber Gambar: Kompasiana.com |
Sudah satu jam
lebih Gilang berhadap-hadapan dengan laptop kesayangannya. Namun, tak satupun
kata terketik di halaman wordnya. Sempat tertulis satu kalimat bahkan satu paragraf,
namun kemudian dihapus lagi. Beberapa kali seperti itu. Sedangkan kopi dicangkirnya
sudah tinggal ampas semua. Pun rokok yang tadinya masih 7 batang, sekarang
tinggal 1 batang lagi. Gilang memang perokok berat.
“tak biasanya
kamu seperti ini, lang” Boby mengagetkan lamunan Gilang.
“Biasanya
dengan satu batang rokok kamu bisa menghasilkan satu halaman tulisan, tapi
sekarang bahkan sudah 6 batang rokok kamu hisap, tapi halaman word mu masih kosong
mlompong, ada apa dengan kamu, lang?” lanjut Boby mendesak Gilang.
Gilang masih
diam. Bukan hanya seribu kata, tapi
sejuta kata.
“Kamu masih
kepikiran Ria? Sudahlah lang, kamu itu penulis, tulisanmu sudah digemari banyak
orang di luar sana, tentu masih banyak wanita cantik yang lebih baik dari Ria
yang mau dengan kamu” Boby masih berusaha memancing Gilang untuk berbicara.
Tiba-tiba
Gilang memandang Boby, tajam, namun kosong. Pandangannya seolah menusuk jauh di
mata Boby.
“Aku yakin, Ria
masih mencintaiku Bob, aku yakin Ria tidak bahagia dengan suaminya sekarang,
karena aku juga yakin, Ria tak mencintai suaminya” Akhirnya Gilang berbicara,
namun masih sama, dengan pandangan kosong.
“Lang, Waktu
itu tidak berhenti, waktu itu terus berjalan. Kalaupun Ria tidak mencintai
suaminya, kurasa itu hanya persoalan waktu, kemungkinan terburuknya, Ria bukan
tidak mencintai suaminya, tapi belum, dan pasti akan mencintai suaminya, Waktu
itu bisa menciptakan cinta”
“tapi waktu
juga bisa melenyapkan cinta Bob, bahkan bisa menciptakan benci” Gilang menimpali
“kamu tau kan Bob, dia menikah dengan suaminya bukan karena cinta” Lanjutnya.
“iya, aku tau Lang,
tapi menurutku, menikah itu tidak harus diawali dengan cinta. Seseorang bisa
saja bahagia dengan pernikahannya, walaupun pernikahannya tidak diawali dengan
cinta. Bisa saling mencintai dalam suatu pernikahan itu keberuntungan” Timpal
Boby.
Kali ini Gilang
mulai menyulut batang rokok terakhirnya. Dan Gilang lebih rileks. Satu hisapan,
kemudian tersenyum kepada Boby “Baiklah Bob, mungkin kamu benar, tapi bisa juga
salah. Tapi aku pasti benar. Karena cinta tak mungkin salah objek. Yang sering
salah objek itu nafsu, manusia sering lemah untuk membedakan cinta dan nafsu. Aku
tetap akan berada di jalur kebenaranku sendiri. Aku akan tetap mencintai Ria, walaupun
dia sudah menikah dengan orang lain. Dan aku tidak akan mengharapkan Ria untuk
mencintaku, apalagi mengharapkan mereka cerai” kali ini wajah Gilang nampak
lebih cerah
“Lang, bisa-bisa
lama-lama aku banting laptopmu. Kalau kamu akan terus mencintai Ria, bagaimana
nanti kamu bisa bahagia jika kamu menikah dengan wanita lain?” Boby mulai
bernada tinggi
“Bob, kamu
sendiri yang bilang, kalau menikah itu tidak harus diawali dengan cinta, dan
waktu yang akan menciptakan cinta ...”
“cukup Lang,
cukup” Boby memotong pembicaraan Gilang “oke, kalau kamu keras kepala seperti
itu, tapi ini mengganggu karirmu, orang-orang di luar menunggu
tulisan-tulisanmu, jangan egois karena cintamu, kamu bisa mencintai bumi dengan
cara matahari” kini Boby dengan wajah memohon kepada Gilang
Kini Gilang tak
bergeming, rokok yang masih tersisa setengah itu tiba-tiba dimatikan begitu
saja, dia menyeruput kopi yang tinggal ampasnya saja itu. Entah apa yang
diseruput. Lalu men-shutdown laptopnya.
“kamu mau
kemana, Lang” tanya Boby
“Aku gak kemana-kemana”
Lalu Gilang menghidupkan
lagi laptopnya yang baru saja dimatikan, kemudian menyalakan lagi rokok yang barusan
dimatikannya tadi, dan memesan satu cangkir kopi lagi, hatinya sudah di restart,
senyumnya lebih berkembang, masa lalunya di lempar begitu saja ke cangkir kopi
yang tersisa ampas tadi. Kini dia menjadi matahari, menulis lagi, esok tulisannya
akan dibaca penggemarnya. Dan cinta? “nanti waktu yang akan melenyapkan cinta”
tiba-tiba dia bergeming
Boby tersenyum,
“wong edan” katanya dalam hati.
Jogja, 12 Maret
2020
Tidak ada komentar untuk "Menjadi Matahari (Cerita Pendek Sekali)"
Posting Komentar