Kemerdekaan Semu (Sebuah Cerpen)
Pagi-pagi
sekali laki-laki bertubuh mungil itu sudah rapi. Lengkap dengan pantofel hitam
yang kelihatan lusuh karena 2 minggu tak disemir, juga dasi yang sudah
melingkar di kemeja kantornya seakan-akan ingin mencekik lehernya.
“Aku berangkat
ke kantor dulu, cuk”
laki-laki yang
diajak bicara masih setengah sadar diatas matras yang sudah mulai usang
“iya,
hati-hati,cak”
Cak Dimas,
biasa dipanggil Cak Dim, seorang pegawai kantoran di salah satu perusahan di
Yogyakarta yang hidup satu kontrakan dengan teman-temannya yang kebanyakan
masih berstatus sebagai mahasiswa basi karena telat lulus. Hanya cak Dim yang
sudah lulus dan sudah kerja.
Gaji cak Dim
lumayan besar, kira-cukup untuk beli bensin 400 liter. Dengan gaji itu dia bisa
sedikit-sedikit membantu keluarga yang ada di kampung. Dan dengan gaji itu,
sekaligus dia menjadi Bank orang bagi teman-teman satu kontrakannya.
Hampir setiap
awal bulan dikala gaji cak Dim cair, pasti ada saja yang menjadi nasabah
darinya.
“Cak, aku telat
kiriman nih” atau
“Cak, aku butuh
bayar kuliah” Atau yang paling kebangeten
“Cak, mau
minjem uang, aku mau kencan sama doi”
Begitulah
proposal-proposal cangkem dari teman-temannya.
Meskipun
begitu, cak Dim adalah laki-laki yang nyah nyoh nyah nyoh pada teman
dekatnya. Dan dia sendiri sudah menganggap teman-teman nya sebagai keluarganya.
Namun, bukan
itu masalahnya. Ada satu hal yang membuat cak Dim tidak bahagia dengan
kehidupannya sekarang. Dia merasa tak bisa menikmati kehidupannya sekarang
walaupun bergaji besar. Dia merasa tak menjadi dirinya sendiri semenjak dia
bekerja di perusahaan itu.
Sudah hampir 1
tahun, dia berpura-pura untuk menjadi orang lain sesuai dengan aturan
perusahaan itu. Bukan masalah gajinya, karena baginya gaji itu hanya salah satu
jalan rezeki dari Tuhan.
Perusahaan
tempat dia bekerja membuat dia tidak bisa menjadi dirinya sendiri. Karena menurutnya
bagaimanapun juga bekerja dibawah kendali orang lain adalah kemerdakaan yang
semu. Dia merasa lelah dengan dikte-dikte dari atasan, omelan-omelan dari
atasan dan seabrek kerjaan yang menghilangkan fungsi jati dirinya.
Dia tak bisa
lagi menyalurkan hobi membaca dan menulisnya. Dia tak bisa lagi menyalurkan
hobi diskusi dengan teman-temannya. Dan yang paling utama, dia tak lagi bisa
menyalurkan hobi ngopi udud bersama teman-temannya.
Akhir-akhir
hatinya sudah bergejolak, dia merindukan dirinya yang sebenarnya. Dia sudah
lelah memakai topeng, sudah lelah menjadi robot berbayar.
***
Pagi-pagi
sekali Cak Dim yang bertubuh mungil itu sudah rapi. Lengkap dengan pantofel dan
kemeja berdasi. Dan dia sudah siap untuk berangkat…
NGOPI bersama
teman-temannya
”Ayo cuk, kita
mangkat ngopi meneh”
Pinggiran Rel
Yogyakarta, 29 Feb 2020
Tidak ada komentar untuk "Kemerdekaan Semu (Sebuah Cerpen)"
Posting Komentar