Susahnya Berpakaian Formal
"Pakaianmu
mencerminkan kepribadianmu". Entah benar atau tidak peribahasa tersebut, namun
saya sendiri agak setuju dengan peribahasa tersebut. Hal ini berdasarkan
pengamatan saya terhadap orang-orang yang saya kenal selama ini.
Teman
saya yang kesehariannya lebis suka berpenampilan religius dengan memakai baju
koko serta kopiah atau peci di kepalanya, fiks, ibadahnya mesti rajin bin gethol.
Teman saya yang kesehariannya berpenampilan necis berambut klimis, memakai baju
kasual, celana jeans dan sepatu kasual yang harga-harganya relatif mahal
seringkali dianggap sebagai manusia kelas menengah ke atas.
Namun,
dalam tulisan ini, saya tidak ingin mengindentifikasi jenis-jenis manusia
berdasarkan penampilan keseharinnya. Tulisan ini lebih pada cerita pengalaman saya
yang merasa sedikit tersiksa karena diharuskan berpenampilan tidak sesuai
dengan kepribadian saya yang sebenarnya.
Pada
beberapa kesempatan ketika saya mengajar disuatu lembaga sekolah, saya
diharuskan memakai pakaian formal yakni dengan memakai kemeja, berdasi, celana
dasar, serta pantofel. Bagi sebagian orang, berpenampilan formal seperti itu -plus
berambut klimis- adalah suatu penampilan yang dianggap elegan atau keren.
Karena berpakaian seperti itu kebanyakan dilakukan oleh para pejabat dan
orang-orang kantoran yang kelihatannya bergaji lumayan.
Namun,
bagi saya sendiri, itu sangat menyiksa. Karena harus berbaju masuk yang bikin
ribet bin ruwet, berpantofel yang sekan-akan menghambat langkah saya ditambah
dasi yang seolah-olah menyekek leher saya. Hash… sangat membatasi gerak lahir
batin saya. maklum, kepribadian saya tak se-keren pakaian yang saya kenakan.
Banyak yang bilang saya adalah sejenis makhlus blawus yang tidak
terbiasa formal dan tidak ada keren-kerennya sama sekali. Dan saya meng-iya-kan
hal itu.
Sehingga,
seringkali ketika saya berpenampilan formal seperti itu, dari lubuk hati yang
paling dalam, saya merasa itu bukan saya yang sebenarnya. Saya tidak merasa keren
ketika saya berpakaian seperti itu. Dan memang, saya belum terbiasa menjadi manusia
formal. Maklum, saya lebih suka berbaju biasa tanpa harus berbaju masuk apalagi
berdasi.
Saya
yang kesehariannya tidak ada rajin-rajinnya sama sekali (alias manusia pemalas),
dan harus menunggu deadline ketika mengerjakan sesuatu, terkadang bersykur
dengan berpenampilan formal seperti itu karena mau tidak mau saya harus
menyesuaikan kepribadian saya dengan penampilan saya sehingga saya bisa menjadi
lebih baik “menurut kebanyakan orang”. Disisi lain, saya lebih bahagia
ketika saya menjadi diri saya sendiri tanpa harus meniru orang lain. Apalagi
harus terseok-seok menuruti standar keren kebanyakan orang. Tidak asiiquee
blaasss.
Itulah
yang menjadi kebimbangan selama ini, ternyata menjadi manusia berpakaian formal
–menurut pribadi saya- merupakan hal yang sulit dan penuh keterpaksaan. Namun
itulah yang harus saya lakukan dan saya yakin seiring berjalannya waktu saya
akan merasakan kenyamanan ketika berpakaian formal. Namun saya juga yakin,
tidak ada kenyamanan berpakaian selain blebetan sarung dan berkaos saja.
Dan
satu hal yang harus disadari yaitu terkadang kita harus menjadi orang lain
dalam hal penampilan. Menyesuaikan tempat dan waktunya. Hal ini juga demi
keberlangsungan hidup.
Semoga
saya segera diberi kenyamanan untuk berpakaian formal….
Tidak ada komentar untuk "Susahnya Berpakaian Formal"
Posting Komentar